Sabtu, 28 Februari 2009

Masalah Golput yang Tak Kunjung Usai

Pemilu sudah di depan mata. Beberapa hari lagi rakyat Indonesia akan merayakan sebuah pesta politik. Ironisnya, semakin hari, semakin banyak masyarakat yang antipati dengan pesta yang ikut menentukan masa depan bangsa kita ini. Bahkan menurut sebuah lembaga survei, perkiraan angka golongan putih akan mencapai 60% lebih pada Pemilu tahun ini.

Menurut saya, golongan putih bukanlah sebuah pilihan. Banyak dari mereka yang beralasan sudah tidak percaya dengan partai politik ataupun tokoh – tokoh yang ada. Namun apakah dengan berdiam diri tanpa menentukan pilihan, kita bisa ikut membawa bangsa kita menuju lebih baik? Saya rasa tidak. Seburuk – buruknya orang yang tertera dalam surat suara nanti, pasti tetap ada yang terbaik diantaranya.

Hal ini semakin diperparah dengan kinerja KPU yang ( menurut saya ) kurang maksimal. Pemilu tahun ini merupakan kesempatan pertama saya untuk ikut serta, namun saya tidak melihat sosialisasi yang maksimal dari KPU pada golongan pemilih pemula seperti saya ini, padahal pemilih pemula merupakan jumlah yang paling banyak presentasinya daripada pemilih yang lain. Belum lagi adanya mekanisme – mekanisme baru yang akan diterapkan pada Pemilu kali ini, yang seharusnya disertai dengan sosialisasi yang lebih maksimal lagi. Walaupun tinggal beberapa hari lagi, tapi iklan sosialisasi di stasiun – stasiun televisi hanya sesekali saja terlihat. Bahkan hanya terkesan numpang lewat daripada iklan – iklan partai politik yang menjadi peserta Pemilu nanti. Melihat kenyataan seperti ini, sudah menjadi kewajiban kita untuk meringankan tugas KPU yang sedikit terbengkelai ini. Paling tidak pada keluarga, teman, maupun lingkungan sekitar kita.

Ada lagi hal kecil yang sebenarnya bisa menjadi bahaya meningkatnya golput di masyarakat kita, namun terkesan terlupakan. Jumlah mahasiswa maupun pelajar yang menjadi pemilih pemula dalam Pemilu nanti jumlahnya sangat banyak. Banyak diantaranya yang merantau mencari ilmu ke daerah lain. Untuk yang mempunyai kampung halaman dengan jarak yang cukup jauh, tentu niat mereka untuk ikut serta menjadi sulit terwujud, kalaupun bisa mereka hanya bisa ikut memilih Calon Legislatif DPR RI dan Calon Presiden – Calon Wakil Presiden kelak. Tapi, dengan keadaan seperti sekarang ini saya kok tetap saja pesimis, distribusi surat suara yang masih bermasalah tentu akan menjadi penyebab sulitnya hal ini terlaksana. Di beberapa daerah, surat suara yang diperuntukkan untuk penduduk daerah setempat saja masih banyak yang rusak atau bahkan kurang, apalagi untuk para pendatang. Mengingat waktu yang sudah mepet, opsi yang dapat dilakukan pemerintah adalah mengeluarkan Perpu untuk menangani masalah ini. Isinya bisa saja memperbolehkan para perantau untuk mengikuti Pemilu di daerahnya tempatnya merantau, asalkan dengan berkas lengkap yang bisa dikirim dari daerah asalnya. Tapi hal ini harus diikuti dengan distribusi surat suara tambahan agar tidak terjadi kekurangan di daerah yang banyak terdapat pendatang.

Akhirnya apapun yang terjadi nanti, saya berharap, semoga survei – survei yang menunjukkan banyaknya jumlah golput hanyalah mimpi buruk semata. Toh pemerintahan yang dipilih oleh lebih banyak rakyatnya, akan merasa mengemban tanggung jawab yang lebih besar untuk menciptakan kesejahteraan rakyat sebagai tujuan bangsa kita. Apakah tujuan itu bisa terwujud? Kita sendiri yang menentukan. Ingat, satu suara sangat berarti dalam menentukan masa depan bangsa kita. SALAM BANGKIT INDONESIA!