Dewasa ini, saya diresahkan dengan beberapa program televisi yang bukannya semakin berkurang tapi justru semakin menjamur. Program – program tersebut saya golongkan menjadi 3 dan saya jabarkan pula efek negatifnya, sebagai berikut :
1. Program KETIK REG ( spasi ) BLABLABLA
Dalam program ini, ada 3 bentuk yang menurut saya, sangat berbahaya bagi bangsa kita, yaitu :
a. Dalam bentuk RAMAL
Sebagian besar paranormal di Indonesia seperti sudah kehilangan ladang penghasilan aslinya, mereka berbondong – bondong mengeksiskan diri dalam dunia KETIK REG ( spasi ) RAMAL. Hal seperti ini, dikhawatirkan akan menganggupikiran seseorang dalam menjalani kehidupannya. Ingat, belum tentu semua orang bisa berpikir dengan menggunakan logika dan akal sehatnya. Bisa dibayangkan betapa kacaunya kehidupan seseorang, bila ia selalu terpaku pada ramalan – ramalan yang tidak jelas kebenarannya.
b. Dalam bentuk TUNTUNAN HIDUP
Bentuk ini biasanya dijalankan dengan membalas permintaan sms tuntunan hidup dengan balasan berupa ayat – ayat yang terdapat dalam kitab suci. Betapa hinanya orang yang ikut dalam penyelenggaraan program ini. Ayat – ayat dalam kitab suci jelas merupakan berkah dan rahmat bagi semesta alam, bagi semua orang di dunia ini. Kita seharusnya bisa mendapatkannya sendiri, tanpa harus mengeluarkan uang. Dari hal ini, bisa terlihat, sesuatu yang sakral dan hakiki dalam dunia ini, bisa dikomersialkan begitu saja.
c. Dalam bentuk KUIS
Bentuk ini merupakan yang paling marak dan menjamur di televisi –televisi kita. Mengapa saya katakana program ini dapat memperbodoh bangsa ? Seperti ini logikanya, ketika di televisi – televisi disiarkan program kuis yang menawarkan hadiah yang sangat menggiurkan, banyak orang yang sangat tertarik padanya. Berlomba – lombalah mereka mengirimkan sms yang sebanyak – banyaknya. Dan orang yang sudah menngirim sms pada kuis tersebut, akan terus – menerus mengirim, sebelum mereka mendapatkan tujuan mereka, yaitu hadiah yang menggiurkan tersebut. Bisa dibayangkan berapa banyak uang yang terbuang hanya untuk hal tidak penting semacam ini.
2. Program SINETRON yang MENGEKSPOS KESEDIHAN dan PENINDASAN
Dunia sinetron kita, sekarang ini dirajai dengan tema – tema kesedihan dan penindasan. Di dalamnya ditayangkan, betapa jahatnya perlakuan seseorang terhadap saudaranya, betapa bodohnya seseorang dalam menangani sebuah masalah, dan betapa rapuhnya mental seseorang dalam menjalani kehidupan. Hal ini ditakutkan bisa merubah paradigma masyarakat dalam memandang kondisi bangsanya. Padahal, saya yakin, kondisi bangsa kita tidak seburuk dan sehina seperti apa yang digambarkan dalam sinetron – sinetron itu. Sinetron – sinetron ini, dikhawatirkan juga akan menyita waktu seseorang hanya untuk duduk di depan televisi untuk hal yang kurang bermanfaat.
3. Program FILM / SINETRON HORROR yang BERLEBIHAN
Bagi orang – orang dewasa yang sudah bisa menyikapi sesuatu dengan logis, tentunya hal ini tidak menjadi masalah besar. Tapi bagaimana dengan anak – anak kecil di negeri ini ? Belum tentu semua anak merupakan anak yang pemberani dan bisa berpikir logis. Semakin banyak disiarkan program seperti ini, akan semakin banyak pula :
a. Anak yang tidak mau belajar sendiri di kamar hanya karena takut setelah melihat film horror.
b. Anak yang takut terhadap hal – hal yang sebenarnya tidak perlu untuk ditakuti.
c. Orang tua yang tidak bisa melakukan aktivitasnya karena direpotkan oleh anaknya yang ketakutan karena menonton film horror.
Melihat kenyataan di atas, saya harap teman – teman bisa turut serta dalam upaya penyelamatan bangsa kita. Hal itu, salah satunya bisa dilakukan dengan memastikan televisi anda di rumah tidak akan hidup hanya untuk memutar program – program di atas. BANGKIT INDONESIA !
Rabu, 31 Desember 2008
Selasa, 30 Desember 2008
Sulitnya Jadi Idealis
Setelah berlama - lama dengan hal - hal tidak penting, saya putuskan untuk sedikit mengisi blog ini dengan hal yang lebih bermanfaat.
Sudah menjadi opini umum, bahwa menjaga idealisme adalah hal yang sulit. Ibarat kata seperti melawan setan lebih mudah daripada melawan diri sendiri.
Sekarang ini, ketika di media banyak diekspos pejabat negara, anggota dewan, atau bahkan menteri yang melakukan tindak korupsi, saya sendiri dan ( saya yakin ) hampir semua elemen bangsa ini mengecam ( bahkan menyumpah serapah ) tindakan itu. Saya pun selalu bicara,
" Gaji mereka kan sudah besar, knapa masih harus korupsi? "
Sekarang ini alhamdulillah saya masih memiliki keteguhan hati untuk mengecam dan menolak tindakan - tindakan seperti itu. Namun hati saya pun bergejolak,berpikir, dan membayangkan. Apakah 20 tahun lagi, semisal saya berada di posisi itu, apakah batin saya masih bisa terjaga untuk mengatakan tidak pada hal - hal hina itu. Mungkin hati saya masih bisa terjaga, tapi ketika di dalam otak ini ada segunung nafsu yang membabi buta, apakah saya masih bisa menolaknya ? Saya pun merasa takut, kalau - kalau 20 tahun lagi, nama saya tercantum di daftar orang yang melakukan tindak korupsi.
Jawaban dari pertanyaan ini adalah iman dan keteguhan. Tanpa itu, siapa yang tahu, ketika sekarang kita berteriak mengecam tindakan korupsi, tapi ternyata 20 tahun lagi, ketika di depan kita disodorkan seonggok uang ratusan ribu, apakah kita masih bisa menolaknya? Tanpa iman yang kuat? Saya pikir sulit atau bahkan tidak sama sekali.
Semoga keteguhan ini tetap terjaga hingga kapanpun di dalam hati saya.
Sudah menjadi opini umum, bahwa menjaga idealisme adalah hal yang sulit. Ibarat kata seperti melawan setan lebih mudah daripada melawan diri sendiri.
Sekarang ini, ketika di media banyak diekspos pejabat negara, anggota dewan, atau bahkan menteri yang melakukan tindak korupsi, saya sendiri dan ( saya yakin ) hampir semua elemen bangsa ini mengecam ( bahkan menyumpah serapah ) tindakan itu. Saya pun selalu bicara,
" Gaji mereka kan sudah besar, knapa masih harus korupsi? "
Sekarang ini alhamdulillah saya masih memiliki keteguhan hati untuk mengecam dan menolak tindakan - tindakan seperti itu. Namun hati saya pun bergejolak,berpikir, dan membayangkan. Apakah 20 tahun lagi, semisal saya berada di posisi itu, apakah batin saya masih bisa terjaga untuk mengatakan tidak pada hal - hal hina itu. Mungkin hati saya masih bisa terjaga, tapi ketika di dalam otak ini ada segunung nafsu yang membabi buta, apakah saya masih bisa menolaknya ? Saya pun merasa takut, kalau - kalau 20 tahun lagi, nama saya tercantum di daftar orang yang melakukan tindak korupsi.
Jawaban dari pertanyaan ini adalah iman dan keteguhan. Tanpa itu, siapa yang tahu, ketika sekarang kita berteriak mengecam tindakan korupsi, tapi ternyata 20 tahun lagi, ketika di depan kita disodorkan seonggok uang ratusan ribu, apakah kita masih bisa menolaknya? Tanpa iman yang kuat? Saya pikir sulit atau bahkan tidak sama sekali.
Semoga keteguhan ini tetap terjaga hingga kapanpun di dalam hati saya.
Senin, 29 Desember 2008
Seorang Teman Bernama Michael
( untuk kepentingan penulis, nama tokoh utama telah disamarkan )
Cerita ini mungkin tidak menarik atau bahkan tabu untuk kalian baca, tapi entah kenapa hasrat saya untuk menceritakannya, tidak terbendung lagi.
Awalnya, cerita ini bermula ketika saya mulai memasuki dunia SMA. Saat itu, saya sedang mengikuti rangkaian acara Masa Orientasi Siswa di sekolah saya. Ketika hari cukup panas, udara tipis, dan situasi cukup menegangkan, saya memutuskan untuk berdiam di kelas bersama beberapa teman satu kelompok. Tiba – tiba tak ada angin tak ada hujan, di jendela kelas, muncul sesosok remaja yang cukup menarik perhatian saya. Badannya tak tinggi juga tak pendek, tak kurus juga tak gemuk, berkacamata, dan memiliki bahasa tubuh yang cukup aneh di mata saya. Saya tak kenal siapa dia, namun anehnya dia langsung merasa akrab dan mengajak saya berbicara sepatah dua patah kata. Mulanya saya tak memikirkan hal itu, tapi sepeninggal orang itu, saya cukup penasaran dengan keberadaannya.
Akhirnya saya memutuskan untuk mencari tahu, saya bertanya pada seorang teman bernama Luqman, yang ternyata tinggal sedaerah dengan orang itu. Dengan Bahasa Jawa saya pun bertanya,
“ Kae ki sapa e?”, tanyaku pada Luqman.
“ Kae ki kancaku SMP, ning mbantul, jenenge Michael.. “, Luqman menjawab pertannyaanku dengan penuh semangat.
“ Oooo..”, saya mencoba memahami apa yang dikatakannya.
Itulah awal perkenalanku dengan seorang teman bernama Michael. Dan akhirnya, hal itu berlalu begitu saja, tanpa saya hiraukan.
Satu hari, dua hari,dan tiga hari berlalu, sekarang saatnya penetapan kelas untuk siswa baru di SMA ini. Betapa terkagetnya saya, ketika Michael tergabung dalam kelas yang sama denganku, di kelas 10.4.
Awal – awal kami menjalani hari di kelas baru ini terasa biasa saja,seperti halnya di dunia sekolah lainnya. Dari sekian banyak siswa di kelas ini, ada beberapa yang cukup dekat denganku, seperti Asep, Bayu, dan tentu saja Michael. Pertemanan kami berjalan apa adanya, seperti layaknya anak SMA pada umumnya.
Setahun berjalan sudah, dan sekarang saatnya penjurusan untuk masuk ke program IPA atau IPS. Saya pun memutuskan untuk masuk ke program IPS, karna saya tidak tertarik ( atau bahkan tidak mampu, saya tak tak tahu ) sedikitpun dengan IPA.
Lagi – lagi, awal tahun ini saya dikagetkan, karna Michael ( lagi – lagi ), berada di kelas yang sama denganku. Namun, kekagetan ini tentunya berbeda dengan kekagetan tahun lalu, saya cukup senang dengan kehadirannya, karna saya sudah cukup akrab dengannya.
Dua tahun kami menjalani kehidupan di kelas IPS ini, penuh dengan intrik dan hal – hal aneh lain, saya cukup dekat dengan Michael dan beberapa teman yang lain. Tawa, canda, amarah, kesedihan kami lalui begitu saja. Namun, saya merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan teman saya yang bernama Michael ini. Saya seringkali jengkel ( atau bahkan marah ) dengannya, atas apa yang telah dia perbuat. Tapi saya rasa begitu juga yang dia rasakan padaku, atas apa yang telah saya perbuat padanya.
Namun dibalik semua itu, Michael dan beberapa teman – temanku yang lain, telah memberikan warna lebih dalam hidupku. Pembelajaran yang tidak kudapatkan di bangku sekolah, bisa kudapatkan di pertemanan yang penuh warna ini.
Sekarang kami sudah tercerai, masuk ke gedung – gedung yang berbeda, sesuai dengan apa yang kami cita- citakan. Saya sungguh berharap kita semua dapat meraih semua apa yang kita impikan, khusunya Michael. Saya percaya, dibalik semua kemalasan dan keengganannya, bila bersungguh – sungguh, ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan.
Selamat jalan kawan, sampai jumpa di dunia yang sesungguhnya.
Cerita ini mungkin tidak menarik atau bahkan tabu untuk kalian baca, tapi entah kenapa hasrat saya untuk menceritakannya, tidak terbendung lagi.
Awalnya, cerita ini bermula ketika saya mulai memasuki dunia SMA. Saat itu, saya sedang mengikuti rangkaian acara Masa Orientasi Siswa di sekolah saya. Ketika hari cukup panas, udara tipis, dan situasi cukup menegangkan, saya memutuskan untuk berdiam di kelas bersama beberapa teman satu kelompok. Tiba – tiba tak ada angin tak ada hujan, di jendela kelas, muncul sesosok remaja yang cukup menarik perhatian saya. Badannya tak tinggi juga tak pendek, tak kurus juga tak gemuk, berkacamata, dan memiliki bahasa tubuh yang cukup aneh di mata saya. Saya tak kenal siapa dia, namun anehnya dia langsung merasa akrab dan mengajak saya berbicara sepatah dua patah kata. Mulanya saya tak memikirkan hal itu, tapi sepeninggal orang itu, saya cukup penasaran dengan keberadaannya.
Akhirnya saya memutuskan untuk mencari tahu, saya bertanya pada seorang teman bernama Luqman, yang ternyata tinggal sedaerah dengan orang itu. Dengan Bahasa Jawa saya pun bertanya,
“ Kae ki sapa e?”, tanyaku pada Luqman.
“ Kae ki kancaku SMP, ning mbantul, jenenge Michael.. “, Luqman menjawab pertannyaanku dengan penuh semangat.
“ Oooo..”, saya mencoba memahami apa yang dikatakannya.
Itulah awal perkenalanku dengan seorang teman bernama Michael. Dan akhirnya, hal itu berlalu begitu saja, tanpa saya hiraukan.
Satu hari, dua hari,dan tiga hari berlalu, sekarang saatnya penetapan kelas untuk siswa baru di SMA ini. Betapa terkagetnya saya, ketika Michael tergabung dalam kelas yang sama denganku, di kelas 10.4.
Awal – awal kami menjalani hari di kelas baru ini terasa biasa saja,seperti halnya di dunia sekolah lainnya. Dari sekian banyak siswa di kelas ini, ada beberapa yang cukup dekat denganku, seperti Asep, Bayu, dan tentu saja Michael. Pertemanan kami berjalan apa adanya, seperti layaknya anak SMA pada umumnya.
Setahun berjalan sudah, dan sekarang saatnya penjurusan untuk masuk ke program IPA atau IPS. Saya pun memutuskan untuk masuk ke program IPS, karna saya tidak tertarik ( atau bahkan tidak mampu, saya tak tak tahu ) sedikitpun dengan IPA.
Lagi – lagi, awal tahun ini saya dikagetkan, karna Michael ( lagi – lagi ), berada di kelas yang sama denganku. Namun, kekagetan ini tentunya berbeda dengan kekagetan tahun lalu, saya cukup senang dengan kehadirannya, karna saya sudah cukup akrab dengannya.
Dua tahun kami menjalani kehidupan di kelas IPS ini, penuh dengan intrik dan hal – hal aneh lain, saya cukup dekat dengan Michael dan beberapa teman yang lain. Tawa, canda, amarah, kesedihan kami lalui begitu saja. Namun, saya merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan teman saya yang bernama Michael ini. Saya seringkali jengkel ( atau bahkan marah ) dengannya, atas apa yang telah dia perbuat. Tapi saya rasa begitu juga yang dia rasakan padaku, atas apa yang telah saya perbuat padanya.
Namun dibalik semua itu, Michael dan beberapa teman – temanku yang lain, telah memberikan warna lebih dalam hidupku. Pembelajaran yang tidak kudapatkan di bangku sekolah, bisa kudapatkan di pertemanan yang penuh warna ini.
Sekarang kami sudah tercerai, masuk ke gedung – gedung yang berbeda, sesuai dengan apa yang kami cita- citakan. Saya sungguh berharap kita semua dapat meraih semua apa yang kita impikan, khusunya Michael. Saya percaya, dibalik semua kemalasan dan keengganannya, bila bersungguh – sungguh, ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan.
Selamat jalan kawan, sampai jumpa di dunia yang sesungguhnya.
Selasa, 23 Desember 2008
Semangat Tanpa Bakat
Hari ini, tak seperti biasanya, seharian kuhabiskan waktu hanya dirumah saja. Makan, tidur, temenung, tidur, makan lagi..arghhh!! Hari yang membosankan.. Sampai pada akhirnya, saya menghidupkan komputer dan membaca - baca blog para teman, dan akhirnya, dengan sedikit rasa tak percaya, kuberanikan diri untuk membuat sebuah blog.
Namun, permasalahannya tidak berhenti disitu saja. Sudah 2 jam 35 menit, sejak saya membuat blog, saya hanya duduk di depan komputer, memaksakan diri ini untuk menulis sesuatu, tapi tak ada sedikitpun yang terpikirkan di otak ini. Rasanya suasana ini bagaikan semangat tanpa bakat..
Saya percaya, sebenarnya ada banyak hal dalam otak ini yang ingin saya ungkapkan, namun ( lagi - lagi ) saya bingung harus memulai menulis dari mana. Mungkin lain halnya, kalau saya bisa menggungakan mulut saya dalam blog ini. Tapi, tidak..tidak.. Saya tidak boleh hanya mengandalkan mulut ini, mau tak mau saya memang harus belajar ( dan pada akhirnya bisa ) untuk menulis. Coba anda pikir, adakah orang sukses dan pemimpin besar di negeri ini yang tidak bisa menulis ?
Memang, untuk merubah impian menjadi kenyataan, butuh perjuangan yang keras...
Namun, permasalahannya tidak berhenti disitu saja. Sudah 2 jam 35 menit, sejak saya membuat blog, saya hanya duduk di depan komputer, memaksakan diri ini untuk menulis sesuatu, tapi tak ada sedikitpun yang terpikirkan di otak ini. Rasanya suasana ini bagaikan semangat tanpa bakat..
Saya percaya, sebenarnya ada banyak hal dalam otak ini yang ingin saya ungkapkan, namun ( lagi - lagi ) saya bingung harus memulai menulis dari mana. Mungkin lain halnya, kalau saya bisa menggungakan mulut saya dalam blog ini. Tapi, tidak..tidak.. Saya tidak boleh hanya mengandalkan mulut ini, mau tak mau saya memang harus belajar ( dan pada akhirnya bisa ) untuk menulis. Coba anda pikir, adakah orang sukses dan pemimpin besar di negeri ini yang tidak bisa menulis ?
Memang, untuk merubah impian menjadi kenyataan, butuh perjuangan yang keras...
Awalnya
Saya bingung harus memulai dari mana, dari mana harus berkata dan dari mana harus mulai menulis. Saya memang ( sama sekali ) tidak pandai menulis, apapun itu, bahkan secarik surat cinta pun saya tidak bisa menulisnya. Tapi, dengan secuil harapan dan segenggam cita - cita, saya paksakan diri ini untuk mencoba menulis. Entah bagaimana esok hasilnya, saya tak peduli, yang terpenting, saat ini saya sudah selangkah lebih maju untuk menggenggam cita - cita saya..
Langganan:
Postingan (Atom)